6/29/2011

Sihir Dunia Nazar

Kalaupun Nazaruddin kini menjadi topik terhangat di hampir semua media, mungkin bukan Kasus Sesmenpora itu benar yang diam-diam “mencolek” pikiran kita. Ihwal korupsi atau patgulipat politik sepertinya akan jadi hal rutin dengan ada atau tanpa Nazaruddin. Tapi dunia Si Anggota DPR itu, bak sinetron yang mengundang decak-kagum, sekaligus iri, sekaligus pergunjingan: “Bayangkan, usianya baru 33 Tahun, seumur anak saya,” ujar seorang wartawan senior.

Dunia Nazaruddin memang bukan umumnya dunia orang-orang. Ia bak bintang yang melesat cepat, di usia yang begitu muda ia sudah menjadi salah satu pimpinan partai terbesar, urusan keuangan pula. Soal bisnis, jangan ditanya. Perusahaannya bukan jenis gurita, tapi raksasa. Proyek-proyek miliaran rupiah keluar masuk ke koceknya. Nazaruddin adalah contoh sempurna bagaimana mengawinkan antara politik dan bisnis.

Politik dan bisnis, sebuah kelindan yang hampir jamak di negeri ini atau dimana-mana. Hampir-hampir kita tak melihatnya sebagai anomali. Seorang anggota DPR atau Bupati bisa dengan mudah berdiskusi dengan stafnya tentang berapa uang yang harus dikumpulkan agar bisa mencalonkan diri di periode berikutnya. Lalu dimanakah letak korupsi? Korupsi adalah ketika seseorang tertangkap Jaksa atau KPK. Selebihnya, uang-uang dalam politik adalah “hukum perdagangan umum.”

Kita memang tak bisa memaksa orang-orang politik masa kini adalah seperti imajinasi kita tentang Soekarno, Hatta, Sjahrir, dimana perjuangan untuk rakyat menjadi “satu zat satu urat”. Zaman sudah berbeda, kini tak ada lagi “peristiwa besar “. Tapi haruskah wajah politik kita adalah “Dunia Nazaruddin” ketika kerakusan memperkaya diri dengan kekuasaan telah merajalela menjadi kesepakatan bersama.

Pesta Demokrasi sungguh-sungguh kita rayakan. Kita dengan berbagai macam profesi: wartawan, konsultan, kontraktor, pengamat, tokoh agama, atau para kaum terdidik lainnya sibuk merayakan dan mengintip-intip kesempatan menjadi “orang politik”. Karena “Dunia Nazaruddin” yang kita cerca itu, kita mimpikan juga.

Khairul Anom Selengkapnya...